Pages

Kamis, 16 Januari 2014

Tentang 6 Bulan yang Lalu dan Sekarang

Semacam rindu yang sudah menguap ingin keluar. Malam ini telah dibayar semuanya.
Sudah hampir 6 bulan tidak menghadiri pengajian rutin shalat hajat Kamis malam Jumat di Masjid Agung Baiturrahman.
Sekarang terbayar semua kerinduan yang sudah menumpuk karena urusan duniawi di Surabaya.

Banyak perbedaan ternyata setelah 6 bulan berlalu.

6 bulan yang lalu, parkir motor sudah penuh sesak sebelum pukul 8. Sekarang jam 8 lebih pun masih longgar. Dimanapun kau bisa parkir motor sebebas mungkin. Karena 6 bulan yang lalu adalah musim ujian masuk perguruan tinggi. Orang-orang berlomba-lomba mencari rahmat-Nya untuk mengabulkan apa yang mereka inginkan. Dan sekarang bukanlah musim itu.

6 bulan yang lalu, berangkat shalat hajat dari sekolah menuju masjid agung, berkonvoi sepeda aku dan teman-teman setelah dari istighosah di sekolah. Sekarang berangkat sendiri, seperti orang asing di kota sendiri.

6 bulan yang lalu, aku selalu memarkir sepeda di tempat yang menurutku itu sangat strategis untuk suatu misi. Sekarang, aku mencoba tetap menempati tempat itu, untuk mengenang kenangan lebih tepatnya.

6 bulan yang lalu, berderet shaf kedua dari depan wajahnya sebagian aku kenal. Teman-temanku. Senang juga ternyata beribadah bersama orang yang kita kenal. Sekarang, hanya wajah ibu-ibu yang penuh harap mendapat anugrah malam ini yang mataku tangkap.

6 bulan yang lalu, ketika sibuk khusu' membaca puji-pujian yang kemudian buyar ketika seorang memakai baju koko dan peci dengan gagahnya berjalan di depan shaf wanita. Jalannya agak membungkuk menandakan kerendah hatiannya. Tatapannya tajam ke depan tanpa menoleh ke arah shaf wanita. Senyumnya terpasang ketika menyapa bapak-bapak yang berada di sampingnya. Sholatnya terlihat khusu' saat kucuri pandang dia sedang shalat tahiyatul masjid. Dan lamunanku buyar ketika aku sadar apa sebenarnya niat bulatku ke tempat ini. Sekarang, tekatku bulat. Tak seoval dulu. Karena sosok itu tidak ada.

6 bulan yang lalu, ketika selesai rangkaian acara pengajian shalat hajat, modusku merapikan mukenah di akhir acara agar bisa melihat sosok itu waktu pulang. Dan modus itu berhasil. Sapaan kecil dengan lebarnya senyuman aku tangkap dari wajahnya yang melihat ke arahku. Senang. Sekarang, modusku merapikan mukenah di akhir acara mungkin karena aku terlalu asyik mendengarkan ceramah dari pemateri. Agak munafik memang.

6 bulan yang lalu, ketika aku pergi ke tempat parkir dan mulai menaiki sepeda, 5 menit menunggu, keluarlah sosok itu. Senyum. Senyum itu yang selalu menandakan bahwa dia mengatakan sesuatu yang hanya orang yang sedang jatuh cinta yang tau.

6 bulan yang lalu, ketika pulang, sepedaku tak belok ke kiri di suatu pertigaan. Tapi ke kanan. Dengan gurauan kecil kita punya sedikit waktu untuk menikmati indahnya tengah malam kota kenangan ini dengan matic biru. Sekarang, di pertigaan itu aku belokkan setirku ke arah kiri. Pulang dengan hati yang aneh, seperti ada yang kurang. Merindukan memang.

Namun dibalik kenangan 6 bulan yang lalu, aku lebih terbuka dengan Pencipta saat ini. Mengeluarkan segala uneg-uneg yang ada. Masalah kutumpahkan begitu saja. Sampai basah mukenah karena banyaknya tetesan masalah itu. Tak heran jika ketika aku sampai di rumah, umi bertanya-tanya tentang mataku yang sembab. Ya, itu salah satu saksi bisu keterbukaanku kepada Sang Pencipta. Juga kerinduanku terhadap Kekasih-Nya.

Puji-pujian yang dilantunkan, doa-doa yang dipanjatkan, semuanya membuatku lebih ingin membersihkan hati. Bagai scanner yang berproses membersihkan virus, doa-doa dan puji-pujian yang dilantunkan semuanya mengena. Aku bagai seorang yang jauh dari 'rumah'. Dan saat itu, dengan kerinduan yang mendalam, aku kembali pulang ke 'rumah'. Nyaman, lega, ringan. Itu yang aku rasakan sekarang.

Tentang gangguan itu? Maaf, aku sudah mengikhlaskan semuanya. Terima kasih sudah menyadarkan tentang gangguan itu. Terima kasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 16 Januari 2014

Tentang 6 Bulan yang Lalu dan Sekarang

Semacam rindu yang sudah menguap ingin keluar. Malam ini telah dibayar semuanya.
Sudah hampir 6 bulan tidak menghadiri pengajian rutin shalat hajat Kamis malam Jumat di Masjid Agung Baiturrahman.
Sekarang terbayar semua kerinduan yang sudah menumpuk karena urusan duniawi di Surabaya.

Banyak perbedaan ternyata setelah 6 bulan berlalu.

6 bulan yang lalu, parkir motor sudah penuh sesak sebelum pukul 8. Sekarang jam 8 lebih pun masih longgar. Dimanapun kau bisa parkir motor sebebas mungkin. Karena 6 bulan yang lalu adalah musim ujian masuk perguruan tinggi. Orang-orang berlomba-lomba mencari rahmat-Nya untuk mengabulkan apa yang mereka inginkan. Dan sekarang bukanlah musim itu.

6 bulan yang lalu, berangkat shalat hajat dari sekolah menuju masjid agung, berkonvoi sepeda aku dan teman-teman setelah dari istighosah di sekolah. Sekarang berangkat sendiri, seperti orang asing di kota sendiri.

6 bulan yang lalu, aku selalu memarkir sepeda di tempat yang menurutku itu sangat strategis untuk suatu misi. Sekarang, aku mencoba tetap menempati tempat itu, untuk mengenang kenangan lebih tepatnya.

6 bulan yang lalu, berderet shaf kedua dari depan wajahnya sebagian aku kenal. Teman-temanku. Senang juga ternyata beribadah bersama orang yang kita kenal. Sekarang, hanya wajah ibu-ibu yang penuh harap mendapat anugrah malam ini yang mataku tangkap.

6 bulan yang lalu, ketika sibuk khusu' membaca puji-pujian yang kemudian buyar ketika seorang memakai baju koko dan peci dengan gagahnya berjalan di depan shaf wanita. Jalannya agak membungkuk menandakan kerendah hatiannya. Tatapannya tajam ke depan tanpa menoleh ke arah shaf wanita. Senyumnya terpasang ketika menyapa bapak-bapak yang berada di sampingnya. Sholatnya terlihat khusu' saat kucuri pandang dia sedang shalat tahiyatul masjid. Dan lamunanku buyar ketika aku sadar apa sebenarnya niat bulatku ke tempat ini. Sekarang, tekatku bulat. Tak seoval dulu. Karena sosok itu tidak ada.

6 bulan yang lalu, ketika selesai rangkaian acara pengajian shalat hajat, modusku merapikan mukenah di akhir acara agar bisa melihat sosok itu waktu pulang. Dan modus itu berhasil. Sapaan kecil dengan lebarnya senyuman aku tangkap dari wajahnya yang melihat ke arahku. Senang. Sekarang, modusku merapikan mukenah di akhir acara mungkin karena aku terlalu asyik mendengarkan ceramah dari pemateri. Agak munafik memang.

6 bulan yang lalu, ketika aku pergi ke tempat parkir dan mulai menaiki sepeda, 5 menit menunggu, keluarlah sosok itu. Senyum. Senyum itu yang selalu menandakan bahwa dia mengatakan sesuatu yang hanya orang yang sedang jatuh cinta yang tau.

6 bulan yang lalu, ketika pulang, sepedaku tak belok ke kiri di suatu pertigaan. Tapi ke kanan. Dengan gurauan kecil kita punya sedikit waktu untuk menikmati indahnya tengah malam kota kenangan ini dengan matic biru. Sekarang, di pertigaan itu aku belokkan setirku ke arah kiri. Pulang dengan hati yang aneh, seperti ada yang kurang. Merindukan memang.

Namun dibalik kenangan 6 bulan yang lalu, aku lebih terbuka dengan Pencipta saat ini. Mengeluarkan segala uneg-uneg yang ada. Masalah kutumpahkan begitu saja. Sampai basah mukenah karena banyaknya tetesan masalah itu. Tak heran jika ketika aku sampai di rumah, umi bertanya-tanya tentang mataku yang sembab. Ya, itu salah satu saksi bisu keterbukaanku kepada Sang Pencipta. Juga kerinduanku terhadap Kekasih-Nya.

Puji-pujian yang dilantunkan, doa-doa yang dipanjatkan, semuanya membuatku lebih ingin membersihkan hati. Bagai scanner yang berproses membersihkan virus, doa-doa dan puji-pujian yang dilantunkan semuanya mengena. Aku bagai seorang yang jauh dari 'rumah'. Dan saat itu, dengan kerinduan yang mendalam, aku kembali pulang ke 'rumah'. Nyaman, lega, ringan. Itu yang aku rasakan sekarang.

Tentang gangguan itu? Maaf, aku sudah mengikhlaskan semuanya. Terima kasih sudah menyadarkan tentang gangguan itu. Terima kasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar