Pages

Rabu, 03 Oktober 2012

Mr. Keeper (:

Dear Neptunus, aku ingin memperkenalkan kamu dengan sebuah benda yang mirip denganmu. Namun dari segi ukuran, kamu lebih besar kok. Bola. Ya, dia sebuah benda yang spesial buat seseorang. Seseorang yang sudah membuat aku seperti ini. Sebut saja dia “Ef”. Terkadang aku iri terhadap bola. Dia bisa membuat Ef menjadi sangat menyukainya. Menjadi sangat senang saat dia merasakan kesedihan. Terkadang aku ingin seperti dia. Tapi, setelah aku pikir-pikir. Kenapa aku harus menjadi dia? Dia adalah bola. Yang akan dikejar-kejar untuk didapatkan. Para pemain akan terus mengejar bola sampai dia mendapatkannya. Mendapatkan dia terletak di depan kaki. Kaki yang akan siap menendangnya. Menendang sejauh-jauhnya. Dilempar kesana kemari. Dikejar lagi. Ditendang lagi. Dikejar lagi. Ditendang lagi. Ah, itu semua miris. Sangat miris. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus menjadi seperti dia, si bola. Sangat sakit bukan kalau kamu diberi harapan, dikejar-kejar, diberi taktik sebagai janjinya untuk menjagamu? Tak ada seorangpun yang boleh mengambilnya? Sampai suatu saat pemain mendapatkan sebuah tempat untuk memasukkan sebuah bola kedalamnya, dia akan menendang bola dengan sekencang-kencangnya. Membuangnya dengan tujuan keegoisan di hatinya. Dan dengan bangganya dia membusungkan dada karena tujuannya telah tercapai. Lalu, apakah dia masih memperhatikan bola yang telah tergeletak dengan teguhnya  setelah permainan selesai?
Ah, kenapa aku harus menjadi dia, si bola? Dan Ef menjadi seorang pemain?
Hey Neptunus, aku ingat sesuatu! Dia tidak ingin menjadi pemain. Memang dia sekarang menjadi seorang pemain. Tapi cita-citanya bukan itu. Dia ingin menjadi kiper. Kamu tau tentang kiper? Memang kiper seorang pemain. Tapi dia beda. Kiper hanya satu dalam sebuah kesebelasan. Diantara sebelas pemain, hanya satu yang menjadi kiper dan sepuluh lainnya adalah pemain bola. Dengan tugas dan tanggungjawabnya yang harus menjaga gawang. Ya, gawang! Dia berdiri di depan gawang. Berhati-hati dan selalu waspada. Tak boleh seorang pemain pun yang boleh mendekati gawang. Menjaga gawang. Dengan kontak mata, tangan dan kaki yang berhubung ke hatinya untuk jeli mengawasi pertandingan agar apa yang dia jaga tak dimasuki oleh bola. Sangat manis bukan? Dia bercita-cita menjadi seorang penjaga. Bukan pemain. Aku tersenyum saat ingat akan hal itu. Dan terbesit dibenakku agar aku bisa seperti gawang. Yang membuatnya selalu menjagaku. Tak boleh ada seorang pemainpun yang boleh mendekat jika dia tak ingin kalah. Dia harus menang. Menang dalam menjaga gawang. Menepis bola yang tertendang keras menghampiri gawang. Mengagumkan sekali pasti bila aku melihatnya langsung menepis berbagai serangan bola dari pemain di lapangan megah. Menangkap bola. Lalu membuangnya. Dan dia masih pada posisi di depan gawang. Setia sekali dia. Dan aku akan setia tersenyum. Menyoraki bersama penonton lainnya. Menyemangati dengan doa. Melihatnya dibarisan tempat dimana aku bisa melihatnya dengan leluasa.

Rabu, 03 Oktober 2012

Mr. Keeper (:

Dear Neptunus, aku ingin memperkenalkan kamu dengan sebuah benda yang mirip denganmu. Namun dari segi ukuran, kamu lebih besar kok. Bola. Ya, dia sebuah benda yang spesial buat seseorang. Seseorang yang sudah membuat aku seperti ini. Sebut saja dia “Ef”. Terkadang aku iri terhadap bola. Dia bisa membuat Ef menjadi sangat menyukainya. Menjadi sangat senang saat dia merasakan kesedihan. Terkadang aku ingin seperti dia. Tapi, setelah aku pikir-pikir. Kenapa aku harus menjadi dia? Dia adalah bola. Yang akan dikejar-kejar untuk didapatkan. Para pemain akan terus mengejar bola sampai dia mendapatkannya. Mendapatkan dia terletak di depan kaki. Kaki yang akan siap menendangnya. Menendang sejauh-jauhnya. Dilempar kesana kemari. Dikejar lagi. Ditendang lagi. Dikejar lagi. Ditendang lagi. Ah, itu semua miris. Sangat miris. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus menjadi seperti dia, si bola. Sangat sakit bukan kalau kamu diberi harapan, dikejar-kejar, diberi taktik sebagai janjinya untuk menjagamu? Tak ada seorangpun yang boleh mengambilnya? Sampai suatu saat pemain mendapatkan sebuah tempat untuk memasukkan sebuah bola kedalamnya, dia akan menendang bola dengan sekencang-kencangnya. Membuangnya dengan tujuan keegoisan di hatinya. Dan dengan bangganya dia membusungkan dada karena tujuannya telah tercapai. Lalu, apakah dia masih memperhatikan bola yang telah tergeletak dengan teguhnya  setelah permainan selesai?
Ah, kenapa aku harus menjadi dia, si bola? Dan Ef menjadi seorang pemain?
Hey Neptunus, aku ingat sesuatu! Dia tidak ingin menjadi pemain. Memang dia sekarang menjadi seorang pemain. Tapi cita-citanya bukan itu. Dia ingin menjadi kiper. Kamu tau tentang kiper? Memang kiper seorang pemain. Tapi dia beda. Kiper hanya satu dalam sebuah kesebelasan. Diantara sebelas pemain, hanya satu yang menjadi kiper dan sepuluh lainnya adalah pemain bola. Dengan tugas dan tanggungjawabnya yang harus menjaga gawang. Ya, gawang! Dia berdiri di depan gawang. Berhati-hati dan selalu waspada. Tak boleh seorang pemain pun yang boleh mendekati gawang. Menjaga gawang. Dengan kontak mata, tangan dan kaki yang berhubung ke hatinya untuk jeli mengawasi pertandingan agar apa yang dia jaga tak dimasuki oleh bola. Sangat manis bukan? Dia bercita-cita menjadi seorang penjaga. Bukan pemain. Aku tersenyum saat ingat akan hal itu. Dan terbesit dibenakku agar aku bisa seperti gawang. Yang membuatnya selalu menjagaku. Tak boleh ada seorang pemainpun yang boleh mendekat jika dia tak ingin kalah. Dia harus menang. Menang dalam menjaga gawang. Menepis bola yang tertendang keras menghampiri gawang. Mengagumkan sekali pasti bila aku melihatnya langsung menepis berbagai serangan bola dari pemain di lapangan megah. Menangkap bola. Lalu membuangnya. Dan dia masih pada posisi di depan gawang. Setia sekali dia. Dan aku akan setia tersenyum. Menyoraki bersama penonton lainnya. Menyemangati dengan doa. Melihatnya dibarisan tempat dimana aku bisa melihatnya dengan leluasa.