Dear Neptunus, aku ingin
memperkenalkan kamu dengan sebuah benda yang mirip denganmu. Namun dari segi
ukuran, kamu lebih besar kok. Bola. Ya, dia sebuah benda yang spesial buat
seseorang. Seseorang yang sudah membuat aku seperti ini. Sebut saja dia “Ef”. Terkadang
aku iri terhadap bola. Dia bisa membuat Ef menjadi sangat menyukainya. Menjadi
sangat senang saat dia merasakan kesedihan. Terkadang aku ingin seperti dia.
Tapi, setelah aku pikir-pikir. Kenapa aku harus menjadi dia? Dia adalah bola.
Yang akan dikejar-kejar untuk didapatkan. Para pemain akan terus mengejar bola
sampai dia mendapatkannya. Mendapatkan dia terletak di depan kaki. Kaki yang
akan siap menendangnya. Menendang sejauh-jauhnya. Dilempar kesana kemari.
Dikejar lagi. Ditendang lagi. Dikejar lagi. Ditendang lagi. Ah, itu semua
miris. Sangat miris. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus menjadi seperti
dia, si bola. Sangat sakit bukan kalau kamu diberi harapan, dikejar-kejar,
diberi taktik sebagai janjinya untuk menjagamu? Tak ada seorangpun yang boleh
mengambilnya? Sampai suatu saat pemain mendapatkan sebuah tempat untuk
memasukkan sebuah bola kedalamnya, dia akan menendang bola dengan
sekencang-kencangnya. Membuangnya dengan tujuan keegoisan di hatinya. Dan
dengan bangganya dia membusungkan dada karena tujuannya telah tercapai. Lalu,
apakah dia masih memperhatikan bola yang telah tergeletak dengan teguhnya setelah permainan selesai?
Ah, kenapa aku harus menjadi dia, si bola? Dan Ef menjadi
seorang pemain?
Hey Neptunus, aku ingat sesuatu!
Dia tidak ingin menjadi pemain. Memang dia sekarang menjadi seorang pemain.
Tapi cita-citanya bukan itu. Dia ingin menjadi kiper. Kamu tau tentang
kiper? Memang kiper seorang pemain. Tapi dia beda. Kiper hanya satu dalam sebuah kesebelasan. Diantara sebelas pemain,
hanya satu yang menjadi kiper dan sepuluh lainnya adalah pemain bola. Dengan
tugas dan tanggungjawabnya yang harus menjaga gawang. Ya, gawang! Dia
berdiri di depan gawang. Berhati-hati dan selalu waspada. Tak boleh seorang
pemain pun yang boleh mendekati gawang. Menjaga gawang. Dengan kontak mata,
tangan dan kaki yang berhubung ke hatinya untuk jeli mengawasi pertandingan
agar apa yang dia jaga tak dimasuki oleh
bola. Sangat manis bukan? Dia bercita-cita menjadi seorang penjaga.
Bukan pemain. Aku tersenyum saat ingat akan hal itu. Dan terbesit dibenakku
agar aku bisa seperti gawang. Yang membuatnya selalu menjagaku. Tak boleh ada
seorang pemainpun yang boleh mendekat jika dia tak ingin kalah. Dia harus
menang. Menang dalam menjaga gawang. Menepis bola yang tertendang keras
menghampiri gawang. Mengagumkan sekali pasti bila aku melihatnya langsung
menepis berbagai serangan bola dari pemain di lapangan megah. Menangkap bola.
Lalu membuangnya. Dan dia masih pada posisi di depan gawang. Setia sekali dia. Dan
aku akan setia tersenyum. Menyoraki bersama penonton lainnya. Menyemangati
dengan doa. Melihatnya dibarisan tempat dimana aku bisa melihatnya dengan
leluasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar